Sejarah Peradaban Islam?

Islam?

Islam secara harfiah memiliki beberapa arti dalam bahasa Arab. Islam merupakan mashdar dari kata aslama-yuslimu-islaaman, yang artinya damai selamat, dan berserah diri (tunduk) kepada Allah Swt. Kalimat “muslim” berarti orang yang tunduk, patuh dan menyerahkan diri kepada Allah Swt. Agama Islam pada dasarnya membawa penganutnya kepada kedamaian dan keselamatan di dunia maupun di akhirat. Agama Islam menuntut untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. yang ditandai dengan ketaatan menjalankan syariat dengan penuh keikhlasan. Orang yang berserah diri, tunduk, dan patuh kepada Allah Swt. disebut dengan muslim, yaitu orang yang tunduk, patuh dan berserah diri kepada Allah Swt. dalam upaya mencari keselamatan di dunia maupun diakhirat.

Secara terminologi Islam adalah agama Allah Swt. yang diturunkan kepada para nabi dan rasul pada umumnya dan secara khusus kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk dan pedoman hidup yang memuat aturan dan ketentuan untuk seluruh umat manusia yang membawa kemaslahatan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Menurut Al-Qur’an, semua agama yang diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad Saw pun pada hakikatnya adalah agama Islam dan pemeluknya disebut Muslim. Hal ini terbukti dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Berikut ini salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa, Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw.

Bagaimana Awal Mula Agama Islam?

Agama yang datang pada hakikatnya memerlukan waktu yang lama untuk sampai pada bentuknya yang sempuna. Hal ini bisa dilacak mulai dari Nabi Adam As. hingga Nabi Muhammad Saw. Pada masa Nabi Adam As. agama mempunyai bentuknya yang relatif sederhana, dan semakin lama dengan silih-bergantinya para nabi, agama Allah tersebut mencapai bentuk yang sempurna. Hal ini terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw.

Kisah penciptaan Adam pada dasarnya mempunyai pesan yang jelas. Adam, yang secara harfiah berarti “ketiadaan”, di – “wujud” - kan oleh Allah menjadi ada sebagai manusia pertama di muka bumi. Proses ini menyadarkan Adam bahwa ia adalah seorang ciptaan (makhluq) dan Allah adalah Pencipta (Khaliq). Penciptaan adalah puncak inovasi dan mukjizat, karena manusia tidak akan mampu membuat yang serupa. Kesadaran bahwa Allah sebagai Sang Khalik membawa kepada konsekuensi kepada ketaatan, dan ketaatan membawa kebahagiaan. Adam juga menyadari bahwa kebebasan adalah karunia yang Allah berikan kepada makhluk-Nya, dan Allah akan memberikan balasan yang setimpal atas penggunaan kebebasan itu. Ini adalah pelajaran dari Allah dalam ketuhanan

Menurut al-Qur’an, Nabi Ibrahim As. adalah orang pertama yang menyatakan agama Tuhan dengan nama Islam dan para pemeluknya dengan nama Muslim. Nabi Ibrahim As. adalah contoh utama bagi semua manusia tentang perjuangan yang tiada kenal lelah dalam mencari kebenaran, dan apa yang telah ia lakukan diabadikan Allah Swt. dalam al-Qur’an, sehingga ia mendapat gelar uswah hasanah. Sunggguh pun demikian, itu semua tidak membuatnya otomatis mendapat predikat sebagai Muslim. Gelar “muslim” baru ia dapat setelah keduanya (Ibrahim dan Ismail) melaksanakan perintah Allah Swt. dalam peristiwa penyembelihan dan pembangunan Ka’bah. Akhirnya Islam menjadi sebutan bagi agama nabi-nabi Allah Swt. dan menjadi semakin khusus bagi nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Allah mempertegas bahwa Nabi Ibrahim bukanlah sebagai penganut agama komunal seperti Yahudi dan Nasrani, melainkan ia adalah seorang yang tulus mencari dan mengikuti kebenaran (hanif) dan pasrah kepada Tuhan (muslim). Dan al-Qur’an menegaskan bahwa demikianlah agama anak keturunan Nabi Ibrahim, khususnya anak cucu Ya’kub atau yang lazim disebut dengan Bani Israil, mereka semua memeluk agama Islam, bukan agama lainnya, agama yang diperoleh Nabi Ibrahim dari Tuhannya, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an.

Semua ulama bersepakat, bahwa rangkaian nabi-nabi terakhir pada Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah nabi  dan rasul penutup sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah di dalam kitab suci al-Qur’an. Keyakinan ini berimplikasi kepada keyakinan lainnya bahwa rentetan wahyu yang Allah turunkan sejak Nabi Adam As. juga terakhir pada Nabi Muhammad Saw. Dan ini masih mempunyai implikasi selanjutnya, yaitu bahwa agama (din) yang berevolusi berakhir dengan mengambil bentuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., yaitu agama Islam. Agama yang paling memadai dan sempurna.

Bagaimana Kehidupan Bangsa Arab Pra-Islam?

Bangsa Arab diketahui telah memiliki peradaban jauh sebelum Islam muncul disana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa aspek peradaban Arab meliputi agama, politik, ekonomi dan seni budaya. Sejarawan muslim membagi penduduk Arab menjadi tiga kategori, yaitu: al- ‘Arab al-Ba;idah: Arab Kuno, ‘Arab al-Arabiyah: Arab Pribumi, dan al-‘Arab al-Musta’ribah: Arab Pendatang.

Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era Jahiliyyah (kebodohan). Penamaan ini tidak murni dikarenakan kebodohan mereka dalam berbagai segi dan tidak berperadaban, namun karena ketiadaan pengetahuan mereka akan agama, tata cara kemasyarakatan, politik, dan pengetahuan tentang ke-Esaan Allah. Ignaz Goldziher, seorang orientalis asal Hongaria bahwa kondisi masyarakat kala itu bukan hanya jahiliyyah, namun juga barbarisme dan cenderung primitif.

Preseden buruk yang melekat pada Arab pra-Islam adalah kondisi dan kedudukan wanita yang dipandang sebelah mata, bahkan setengah manusia. Di mata masyarakat mereka, wanita tidak ada harga dirinya dan tidak lebih berharga dari barang dagangan di pasar. Beberapa pendapat bahkan lebih vulgar menyebutkan bahwa mereka tidak lebih dari binatang, wanita dianggap barang dan hewan ternak yang tidak memiliki hak. Ada beberapa suku dan kabilah disana mempunyai tradisi penguburan anak hidup-hidup. Hal ini dilakukan atas dasar bahwa anak (kebanyakan perempuan) adalah penyebab aib bagi keluarga. Namun memiliki anak laki-laki tetap menjadi kebanggaan tersendiri bagi suku-suku di Arab kala itu.

Bangsa Arab juga dikenal hidup dalam kabilah-kabilah atau klan-klan. Mereka hidup berdampingan antar kabilah dengan perjanjian damai yang disebut al-Ahlaf. Kecintaan mereka terhadap keluarga, garis keturunan (nasab) dan kabilah mengalahkan kecintaan mereka terhadap hal lainnya. Ibn Khaldun menyebutnya dengan istilah al- ‘Ashabiyah.

Bangsa Arab pra-Islam memilki kemajuan di bidang perekonomian, khususnya dalam aspek pertanian dan perdagangan. Namun, beberapa ahli menyebutkan bahwa kegiatan pertanian dan perdagangan tersebut masih jauh bahkan tidak memilki roh atau semangat kemanusiaan seperti keadilan dan persamaan.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, bangsa Arab telah terkenal dengan karya sastranya. Mereka dianugerahi kelebihan berupa kemampuan menghafal yang sangat tinggi, khususnya hafalan terhadap sya’ir-sya’ir dan kronologi sejarah nenek moyang mereka.

Dari segi teologis, bangsa Arab juga telah mengenal berbagai macam agama seperti paganisme, Kristen, Yahudi, Majusi dan agama Tauhid. Konsep agama Tauhid juga cukup terasa dalam budaya Arab kala itu dengan penyebutan Allah sebagai Tuhan dan pengkultusan Ka’bah sebagai Bait Allah dan adanya ritual haji tiap tahunnya. Namun budaya paganisme terasa lebih kental dalam bangsa Arab pra-Islam dengan banyaknya patung-patung yang disembah dan diletakkan disekitar Ka’bah sebagai manifestasi tuhan-tuhan sembahan mereka. Sedikitnya terdapat 360 buah patung disekeliling Ka’bah yang mewakili tiap-tiap kabilah dan suku tertentu.

Baca Juga Ya!

Bagaimana Sejarah Peradaban Islam?

A.    Periode Klasik

1.      Masa Kemajuan Islam

Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal ini ekspansi, sebelum Nabi Muhammad Saw wafat. seluruh semenanjung Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan Islam, Islam telah berkembang pesat ke berbagai belahan bumi, dan menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Abu Bakar as-Siddik.

Ada beberapa catatan penting tentang perkembangan Negara Islam pada masa klasik yaitu:

a.      Masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam

Sejarah Islam dimasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terbagi menjadi 2 periode yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Pada periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun. Pada periode ini pengikut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masih sangat sedikit, dan kegiatan sementara lebih menekankan penanaman akidah dan pembinaan akhlak. Kedudukan umat Islam pada periode ini sangat lemah, karena berada dibawah tekanan dan penindasan kaum Quraisy, dan dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat tantangan dari warga Mekkah. Sedangkan periode Madinah berlangsung selama 10 tahun, dan pokok ajaran Islam berkembang secara komprehensif. Hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah merupakan awal kemajuan Islam, yaitu dengan proklamasikannya sebuah Negara dengan nama Madinah al-Munawwarah bagi kota Yastrib.

Berbeda dengan periode Mekkah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad bukan saja berkedudukan sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala negara.

Dalam memperkokoh masyarakat dan Negara, rasul segera meletakkan beberapa dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu:

1)      Pembangunan Masjid

Masjid sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan tempat bermusyawarah masalah-masalah yang dihadapi. Bahkan pada masa Nabi, masjid juga berfungsi sebagai pusat pemerintah.

2)      Ukhuwah Islamiyyah

Ukhuwah islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dan Anshar. Upaya yang dilakukan Rasulullah ini bermakna menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah (Muakhakhah)

3)      Hubungan Persahabatan dengan Pihak-pihak Lain (Non-Muslim)

Di Madinah, selain orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan golongan masyarakat Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad Saw. mengadakan perjanjian untuk menjamin kebebasan beragama dan seluruh anggota masyarakat wajib mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sering disebut dengan Konstitusi Madinah. Piagam Madinah berfungsi untuk mengantisipasi gejala perpecahan dan menyatukan umat agar berdiri sebuah negara yang kuat.

Sejak lahirnya Negara Madinah, Islam semakin kuat, kaum Muslimin sering memenangkan peperangan. Rasul membuat batas wilayah sebagai basis teritorial dengan membuat parit saat perang Khandak, membuat lembaga pelengkap pemerintahan, semisal angkatan perang, pengadilan, pendidikan, bait al mal, menunjuk ahli-ahli yang bertindak sebagai pendamping Nabi.

b.      Masa Khulafa al-Rasyidin

Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Tanpaknya beliau menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Setelah beliau wafat dan jenazahnya belum dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah di Madinah untuk musyawarah menentukan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah tersebut berjalan cukup “alot”, karena masing-masing pihak baik kaum Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Berikut Khalifah yang memimpin Islam setelah Rasulullah wafat:

1)      Masa Khalifah Abu bakar (632-634 M)

2)      Masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644 M)

3)      Masa Khalifah Utsman ibn Affan (644-655 M)

4)      Masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib (656-661 M)

c.       Masa Dinasti Ummayyah dan Abasiyah

Pada masa ini sistem pemerintahan Islam tidak lagi berbentuk khalifah tetapi berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun, sehingga demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Dalam sejarah perkembangan Islam ada dua kerajaan besar yang sangat popular yaitu khilafah Bani Umayyah dan Bani Abasiyah.

1.      Khilafah Bani Umayyah

kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, tipu daya dan tidak melalui musyawarah dengan sistem pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyat untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi ala Persia dan Bizantium. Walaupun di satu sisi, Muawiyah tetap mempertahankan istilah khalifah, namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Muawaiyah menyebutnya Khalifah Allah dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah sebagai berikut;

v  Muawiyah ibn Abi Sufyan [661-680 M],

v  Abd al-Malik ibn Marwan [685-705 M],

v  al-Walid ibn Abdul Malik [705-715 M],

v  Umar ibn Abd al-Aziz [717 – 720 M],

v  dan Hasyim ibn Abd al-Malik [724 – 743 M].

2.      Khilafah Bani Abbas

Khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw., sehingga dinamakan khilafah Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdulah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas dan kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H [750 M] sampai dengan 656 H [1258 M]. Pola pemerintahan yang diterapkan dinasti berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode, yaitu :

a)      Periode Pertama [132 H/750 M – 232 H/847 M, disebut periode pengaruh Persia pertama.

b)      Periode Kedua [232 H/847 M - 334 H/945 M], disebut masa pengaruh Turki pertama.

c)      Periode Ketiga [334 H/945 M – 447 H/1055 M], masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah dan periode ini disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.

d)      Periode Keempat [447 H/1055 M – 590 H/1194 M], masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah dan masa ini disebut juga masa pengaruh Turki kedua.

e)      Periode Kelima [590 H/1194 M – 656 H/1258 M], masa khilafah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.

Dinasti Abbasiyyah lebih dominan dalam pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, politik, arsitektur dan militer. Kota Baghdad yang didirikan oleh khalifah al-Manshur menjelma menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan dunia Islam. Khalifah penggantinya mendirikan perpustakaan utama di Baghdad yang disebut “Bait al-Hikmah” ‘rumah kebijaksanaan’ yang berisi kumpulan karya ilmuwan muslim, terjemahan literatur Persia, Yunani dan India, observatorium dan lembaga penelitian.

2.      Masa Disintegrasi (1000-1259 M)

Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya telah mulai terjadi pada akhir dinasti Bani Umayyah, tetapi memuncak di zaman dinasti Bani Abbasiyah terutama sekali pada khalifah-khalifah yang menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Namun, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir.  Daerah-daerah yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan di Damaskus dan kemudian Bagdad melepaskaan diri dari kekuasaan khalifah dipusat dan bermunculan dinasti-dinasti kecil.

Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomina ini bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independent. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu'u arabiyah (kebangsaan/ant Arab). Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, disamping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.  

B.     Periode Pertengahan (1250-1800 M)

Yang dimaksud abad pertengahan adalah tahapan sejarah umat Islam yang diawali sejak tahun-tahun terkhir keruntuhan Daulah Abbasiyah (1250 M) sampai timbulnya benih-benih kebangkitan atau pembaruan Islam yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 1800 M. Periode pertengahan juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu masa kemunduran I (1250-1500 M) dan masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India.

Pada masa pertengahan ini, pembahasan difokuskan pada faktor kemajuan, kemunduran, dan kehancuran khilafah Abbasiyah. Masa ini merupakan awal kemunduruan bagi umat islam, setelah lebih dari lima abad (132-656 H/750–1258 M) mampu membentuk dan mengembangkan kebudayaan Islam hingga mampu membawa peradaban yang tinggi dan mengalami kejayaan dibawah pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Puncak kejayaan daulah ini terjadi pada masa Khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, Al-Ma’mun serta khalifah-khalifah sesudahnya hingga sampai masa Al-Mutawakkil. Pada masa Harun al-Rasyid, kekayaan negara yang banyak sebagian besar dipergunakannya untuk mendirikan rumah sakit, membiayai pendidikan kedokteran dan farmasi. Sementara pada masa Al-Ma’mum, ia gunakan untuk menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkan penyembah binatang untuk menerjemahkan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, serta mendirikan Bait al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan akademi yang dilengkapi dengan perpustakaan. Di dalamnya diajarkan berbagai cabang ilmu, seperti kedokteran, matematika, geografi dan filsafat. Disamping itu, masjid-masjid juga merupakan sekolah, tempat untuk mempelajari berbagai macam disiplin ilmu dengan berbagai halaqah di dalamnya. Pada masanya, kota Bagdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Daulat ini mengalami kemunduran karena khalifah-kalifah penggantinya pada umumnya lemah dan tidak mampu melawan kehendak tentara yang sangat berkuasa di Istana. Pada masa kemunduran peradaban Islam di Abad pertengahan berakhir pada masa khalifah Al-Mu’tashim (1242-1258 M). Kemunduran ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya serangan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan yang telah berhasil membumihanguskan Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang kaya dengan ilmu pengetahuan. Pada fase kemunduran (1250-1500 M), desentralisasi dan disintegrasi meningkat. Perbedaan Sunni dan Syi’an, dan juga antara Arab dan Persia semakin bertambah. Kekuatan militer dan politik menurun.

C.    Periode Islam Modern (1800 M - Sekarang)

Masa modern bagi dunia Islam adalah masa yang dimulai dari tahun 1800 M sampai sekarang. Periode Islam modern merupakan zaman kebangkitan Islam. Hal ini disebabkan pada periode pertengahan, Islam mengalami kemunduran baik dibidang pendidikan, politik, perdagangan, kebudayaan, dan teknologi. Sehingga hal itulah yang membuat umat Islam dikatakan tertinggal jika dibandingkan dengan peradaban yang ada di dunia Barat. Salah satunya adalah ekspedisi Napoleon Bonaparte di Mesir yang berakhir tahun 1801 M yang telah mampu membuka mata dunia Islam. Dengan demikian masa ini, timbul gerakan pembaharuan atau modernisasi dalam Islam.

Pada perkembangan Islam abad modern, umat islam timbul kesadarannya tentang pentingnya ajaran islam yang sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw., sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. karena umat Islam sudah jauh dari ajaran Rasulullah Saw. yaitu banyak penyimpangan-penyimpangan dari sumber asalnya, penyakit bid’ah, tahayul, klenik, perdukunan, kemusrikan dll sangat biasa dilakukan, seperti kehidupan Jahiliyah. Dengan kondisi umat Islam tersebut maka muncullah para pembaharu yaitu suatu gerakan pemurnian terhadap ajaran agama Islam yang sesuai dengan ajaran yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.

Pembaharuan Islam pada era modern merupakan suatu hal yang mendasar untuk kemajuan sebuah negara yang berlandaskan Islam, dengan berbagai persoalan yang muncul menjadikan itu sebagai dorongan untuk memunculkan tokoh pembaharuan yang mampu mengembalikan nilai-nilai Islam dan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan adanya gerakan tadjid (pembaharuan) dan modernisasi diharapkan mampu menjadikan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Masa pembaharuan ditandai dengan adanya kesadaran umat Islam terhadap lemahnya dirinya dan adanya dorongan untuk memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di masa ini banyak perkembangan dalam kehidupan Islam, meliputi Pendidikan, politik, perdagangan dan kebudayaan.

Pada periode ini, ada beberapa kerajaan dan Negara Islam yang mengalami pembaharuan. Berikut ini kerajaan dan negara Islam beserta pembaharuannya:

a.      Kerajaan Mughal India

Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri kerajaan ini adalah Zahiruddin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa. Babur hanya dapat menikmati usaha merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Setelah wafat (1530 M), pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama Humayun. Tidak berbeda dengan ayahnya, ia juga menghiasi kepemimpinannya dengan peperangan.

Kerajaan Mughal tidak hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan raja hanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal di istana. Dengan fenomena ikut andilnya Negara Inggris, maka muncul dan menciptakan ide pembaharuan. Ide ini dicetuskan dicetuskan oleh Shah Waliyullah Dehalwi (abad ke-18) yang telah menyebar ke seluruh India. Salah satu muridnya, Shah Abdul Azizi, berusaha membersihkan ajaran-ajaran agama yang bukan dari Islam. Ia berprinsip daerah-daerah yang dikuasai selain Islam, harus segera direbut kembali. Dengan semangat tersebut, ia bersama para murid melakukan perlawanan terhadap hegeemoni kekuasaan kolonial Inggris. Namun, akhirnya ia terbunuh dalam sebuah pertempuran di Balakot.

Pada 1885, orang India bergabung denganpartai politk all Indian National Congress, tujuannya adalah untuk mendapatkan kemerdekaan, baik kelompok Islam maupun non-muslim dalam satu wadah. Namun, tokoh-tokoh muslim mulai berpikir kembali bahwa imat Islam di India harus memiliki Negara sendiri, maka terbentuklah Partai Liga Muslim pada tahun 1906 di Dhaka atas prakarsa Nawab Vikarul Mulk dan Sir Salimullah.

Pada 15 Agustus 1947, mendapatkan tujuan yang dimaksud, yaitu memperoleh kemerdekaan dan mendirikan negara sendiri yang berbasis berbasis Islam. Negara itu dinamai Pakistan, dengan presiden pertamanya Ali Jinnah.

b.      Mesir

Mesir mulai zaman modern ketika terjadi persinggungan antara Barat (Perancis) dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika Perancis kaki dari Mesir, pemerintahan diganti oleh Muhammad Ali Pasya sebagai gubernur Turki Usmani. Ia memulai memodernisir Mesir, terutama di bidang militer dan berkuasa hingga tahun 1848 yang kemudian digantikan oleh anaknya, Ibrahim Pasya.

Tahun 1882 terjadi pemberontakan Urabi Pasya terhadap Inggris yang menguasai Mesir. Negeri lembah Nil itu baru merdeka dari Inggris tahun 1922. keturunan Muhammad Ali Pasya berkuasa di Mesir hingga tahun 1953, ketika Mesir dipimpin oleh Raja Faruq. Kemudian digantikan oleh Muhammad Naguib dan Mesir berubah menjadi negara Republik. Ia menggalang persatuan dengan Syiria yang diberi nama Republik Persatuan Arab pada tahun 1958. Namun, persatuan itu tidak lama, hanya sampai September 1961.

c.       Turki

Bangsa Turki tercatat dalam sejarah Islam dengan keberhasilannya mendirikan dua dinasti yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Dinasti Turki Usmani. Di dunia Islam, ilmu pengetahuan modern mulai menjadi tantangan nyata sejak akhir abad ke-18, terutama sejak Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1798 dan semakin meningkat setelah sebagian besar dunia Islam menjadi wilayah jajahan atau dibawah pengaruh Eropa. Akhirnya serangkaian kekalahan berjalan hingga memuncak dengan jatuhnya dinasti Usmani di Turki. Proses ini terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi Barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengantar Studi Islam