Sumber-Sumber Ajaran Agama Dalam Studi Islam

Definisi Al-Qur’an

Definisi Al-Qur’an ialah firman Allah Subhanallahu Wa Ta’ala (Kalamullah) yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam melalui perantara malaikat Jibril dan  dinilai ibadah bagi yang membacanya.  Al Qur’an merupakan sumber utama bagi umat islam dalam mengarungi kehiduoan ini sesuai dengan aturan Allah Subhanalahu Wa Ta’ala. Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam sepanjang masa. AL Qur’an ialah kitab suci umat islam yang dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Secara etimologis Al-Qur’an berasal dari kata qara’a yang berarti membaca, jadi Al-Qur’an beratikan sesuatu yang dibaca.

Secara Terminologis, Al-Qur’an didefinisikan oleh para ulama dengan berbagai macam definisi. Secara umum, para ulama mendefinisikan Al-Qur’an sebagai firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Malaikat Jibril dengan berbahasa Arab, yang dijamin kebenaran isinya, dan menjadi hujjah dan mukjizat bagi Rasulullah saw, sebagai sumber aturan dan petunjuk bagi seluruh umat manusia, dinilai Ibadah untuk membacanya, dan terhimpun dalam mushaf dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Nas yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama hampir 23 tahun, yang diawali dari malam 17 Ramadlan di Gua Hira’. Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad ayat demi ayat, surah demi surah. Bila wahyu diturunkan, Nabi Muhammad merasa kesakitan, sebagaimana dikatakan: tidak pernah sekalipun aku menerima wahyu tanpa berpikir bahwa jiwaku telah dijauhkan dari diriku.

 

Memahami Al-Qur’an dalam Studi Islam

Ketika Rasulullah menyampaikan al-Qur’an kepada para Sahabatnya, beberapa di antara mereka mengalami kesulitan dalam memahaminya, dan itu menjadi hal yang wajar. Ketika mereka mengalami kesulitan itu, Nabi Muhammad saw segera menjelaskannya kepada mereka, sehingga kesulitan itu kemudian dapat diselesaikan dengan baik. Dengan begitu tidak ditemukan perselisihan-perselisi hantajam yang terjadi di kalangan para Sahabat di masa Nabi Muhammad saw ketika masih hidup.

Memahami al-Qur’an tidak secara sederhana merujuk pada suatu teks, tetapi juga selalu merujuk pada teks dalam hubungannya dengan tradisi yang terus hidup, yaitu hubungannya dengan person atau komunitas imani yang memandangnya suci dan normatif.

Definisi Hadits/As-Sunnah 

Secara bahasa ada beberapa istilah yang identik dengan hadits, yaitu as-sunnah, Al Khabar,dan al hadits itu sendiri. Al Sunnah merupakan Al thoriqoh Al maslulah atau tradisi jalan yang dilalui / dilakukan baik yang terpuji dan tercela, Al Sunnah adalah jalan hidup, maka Sunnah nabi berarti jalan hidup nabi. Oleh karena itu Al Sunnah adalah lawan dari bid'ah (mengada ada) yaitu amalan atau tradisi agama yang tidak di dasari dari jalan hidup nabi baik sebelum dan sesudah diangkatnya nabi sebagai rosul.

Hadits yang secara etimologis berarti cerita, penuturan atau laporan, adalah sebuah narasi. Biasanya narasi ini sangat singkat dengan tujuan memberi informasi tentang apa yang dikatakan, dilakukan, disetujui atau tidak di setujui oleh nabi Muhammad.

           Adapun Fungsi dari Hadits, yaitu:

1. Nabi/ hadits sebagai penjelas Al quran

2. Nabi / hadits sebagai pembuat hukum

3. Nabi sebagai teladan dan hadits sebagai penggambaran perbuatan yang harus ditiru oleh umat Islam.

4. Nabi wajib di taati dan hadits harus di pedomani oleh umatnya.

Dalam ilmu hadits terdapat 3 unsur : sanad,matan dan rawi. Sanad merupakan rangkaian mata rantai silsilah orang /periwayat yang menyampaikan isi (matan) hadits dari nabi. Sedangkan matan adalah materi informasi yang di sandarkan pada nabi, adapun rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab mengenai hal yang pernah di dengar atau di terima dari gurunya perihal hadits nabi.

    Diantara syarat syahnya sebuah sanad, yaitu:

1.     Persambungan sanad para perawi.

2.     Keadilan perawi.

3.     Tingkat perawi dalan memelihara keaslian hadits(dhabit).

4.     Terhindar dari syadz.

5.     Terhindar dari  illat. Sementara kata matan berarti tanah yang tinggi.

Definisi Ijtihad

Ijtihad berasal dari kata jahada, yang secara etimologis berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mendapatkan sesuatu yang sulit atau ingin dicapainya (badzp al-juhdi wa al-thaqati/mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan[1], atau badzlu al-juhdi li istinbat al-ahkam min al-nass/mencurahkan segala kemampuan untuk merumuskan sebuah hukum dari teks wahyu).

Dalam kajian fikih,ijtihad dimaknai sebagai pencurahan segenap kesanggupan secara maksimal dari seorang fakih (ahli fikih) untuk mendapatkan pemahaman terhadap suatu hukum.[2]

Dapat juga dipahami bahwa ijtihad adalah upaya untuk merumuskan sebuah hukum suatu permasalahan yang tidak ada teksnya. Dengan demikian ijtihad itu terkait dengan pelakunya yang merupakan ahli fiqih dan bertujuan untuk mengungkap hukum syariat yang hasilnya adalah  dzanni( dugaan).

Artinya kebenaran dari hasil rumusan fiqih tidak Absolut, yang memiliki kemungkinan salah tetapi ia benar menurut perumusnya. Jadi ijtihad adalah mengupas makna yang terkandung dalam sebuah teks untuk diputuskan hukum fiqih dari teks tersebut. Putusan fiqih itu bersifat subjektif karena berbentuk dugaan atau al-dzan.

Syarat – syarat Melakukan Ijtihad

1. Menguasai bahasa Arab dengan segala aspeknya.

2. Menguasai ilmu al-qur'an dan tafsir.

3. Menguasai ilmu hadits dan pemahaman tentang hadist.

4. Menguasai ilmu ushul fikih sebagai sarana melakukan ijtihad.

5. Menguasai mawaqif al-ijma' (beberapa hasil ijma').

6. Menguasai i'lal al hokum (alasan-alasan dirumuskannya sebuah hukum).

Baca Juga Ya!

Adapun dimensi-dimensi ajaran Agama Islam, yaitu:

Aqidah

Kata Akidah dalam bahasa arab adalah ’aqidah, yang diambil dari kata dasar ‘aqada, ya’qidu, ‘aqdan,’ aqidatan, yang berarti simpul, ikatan, perjanjian. Setelah berbentuk menjadi ‘aqidah, maka ia bermakna keyakinan. Dengan demikian, ‘aqidah, yang berhubungan dengan kata ‘aqdah, menjadi bermakna keyakinan yang kokoh di hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Syari’ah

Syari’ah dalam konteks kajian hukum Islam lebih menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses tasyri’. Maka dalam membahas syari’ah diawali dengan membahas tasyri’. Tasyri’ adalah menciptakan dan menerapkan Syari’ah.

Dalam kajian hukum Islam, tasyri’ sering didefinisikan sebagai penetapan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan tuhan maupun dengan umat manusia lainnya. Sesuai dengan obyek penerapannya, maka para ulama Membagi tasyri’ ke dalam dua bentuk; tasyri’ samawi dan tasyri’ wadl’i.

Tasyri’ samawi adalah penetapan hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan RasulNya dalam al-Qur’an Dan Sunnah. Ketentuan-ketentuan tersebut bersifat abadi dan tidak berubah karena tidak ada yang kompeten untuk mengubahnya selain Allah sendiri.

Sedangkan tasyri’ wadl’i adalah penentuan hukum yang dilakukan para mujtahid. Ketentuan-ketentuan hukum hasil kajian mereka ini tidak memiliki sifat mutlak, tetapi bisa berubah-ubah karena merupakan hasil kajian nalar para ulama yang tidak lepas dari salah karena dipengaruhi oleh pengalaman keilmuan mereka serta kondisi lingkungan dan dinamika sosial budaya masyarakat di sekitarnya.

Akhlaq

Secara etimologis, akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku atau tabiat. Sementara itu secara terminologis, akhlakBerarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih,Muhammad al-Ghazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Tingkah laku itu dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.

Secara terminologis, akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan Perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengantar Studi Islam